Habiskan Makananmu atau Komposkan

 

sisa-makanan
Sisa makanan sebagai penyumbang kehancuran bumi

Makan adalah salah satu kebutuhan pokok bagi manusia. Bisa dibilang tanpa makan kita tak bisa melangsungkan kehidupan. Namun, dewasa ini jenis makanan semakin beraneka rupa dan beraneka macam. Ada kalanya hanya nafsu sesaat lalu kemudian hilang begitu saja. Makanan rumahan mulai bergeser menjadi makanan kekinian, tak apa sebenarnya bila dihabiskan dan memiliki nilai gizi yang baik untuk tubuh.

Namun, bagaimana jadinya bila makanan yang dikonsumsi ternyata tidak dihabiskan, dan bersisa? Aku ingat bagaimana Mamaku kerap memarahi kami (anak-anak beliau) jika kami tak menghabiskan makan. Beliau akan berteriak dengan lantang “Mubadzir, mubadzir, mubadzir nanti jadi temannya syaitan.”

Dan siapa sangka kebiasaan itu menjadi kebiasaanku terhadap kedua anak-anakku. Suamiku terbilang menyukai masakan rumahan dibandingkan makanan luar, ada kalanya aku memasak kebanyakan seperti sayur sop, yang ada kalanya bersisa. Membuat cah kakung atau sayur bayam, yang apabila jenis sayurannya tidak segar, sering kali bersisa juga. Suamiku pernah menegur “Masak porsi kecil saja, habis masak lagi. Daripada memasak banyak sekaligus.”

Awalnya memang terasa merepotkan, merasa porsi waktu yang digunakan untuk menjadi harus lebih banyak. Namun, aku mulai menyadari juga. Benar juga mau diapakan makanan sisanya? Pernah di fase harus dibuang di tempat cucian yang pernah menimbulkan saluran tersumbat, dan akhirnya berakhir dalam bungkusan plastik, yang ternyata baru kuketahui bahwa hal itu bisa menjadi penyumbang “penghancur” bumi.

Fakta tentang sampah sisa makanan

Cukup syok, saat mengetahui kenyataan bahwa penyumbang terbesar sampah di Indonesia adalah sisa makanan.

Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), total timbulan sampah di Indonesia mencapai 19,14 juta ton per tahun pada 2022. Jumlah itu didapatkan dari 162 kabupaten/kota. Dari jumlah tersebut, mayoritas atau 41,69% sampah di dalam negeri berasal dari sisa makanan.

Sumber: https://dataindonesia.id/
Sedangkan menurut data Consulting Manager dan Team Leader FLW Study dari Waste4Change, pada 2000-2019, timbulan Food Loss and Waste (FLW) Indonesia mencapai 115-184 kg/kapita/tahun, atau total timbulan sebanyak 23-48 juta ton/tahun.

Permasalahan mengenai sampah ini memang fenomena yang cukup memprihatinkan, bahkan sudah banyak aktivis lingkungan yang sudah turun langsung ke lapangan berharap permasalahan yang bagai benang kusut mulai mengurai dan ada titik terangnya. Namun, sayangnya tetap saja tak bisa hanya satu dua tiga kepala yang mencoba mengurainya, ada banyak pihak yang bertanggung jawab, sisi pemerintah, masyarakat berbagai elemen juga sebenarnya harus mau bergandengan tangan bersama.

Sampah sisa makanan bisa menjadi “penghancur” bumi

Selain jumlah sampah yang terbilang cukup fantastik ini, hampir dari masyarakat kita (termasuk aku) juga belum benar dalam mengolah sampah sisa makanan. Seringnya sisa makanan akan berakhir di tong sampah dalam bentuk dibungkus plastik. Kondisi ini yang membuat sampah sisa makanan kita akan menjadi “penghancur” bumi, lho ko bisa?

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, kerap kali kita membuang sisa makanan dalam kantong plastik, tak hanya sisa makanan bahkan bercampur dengan sampah-sampah lainnya seperti sampah kertas, botol atau pembungkus lainnya. Sampah organik yang membusuk dan tak terurai dengan baik oleh mikroorganisme nantinya akan menghasilkan gas metana yang bisa meledak. Ia bisa meledak karena bersifat menyerap panas matahari. Kalaupun tak meledak, gas ini akan sedikit demi sedikit melubangi lapisan atmosfer dan membuat efek rumah kaca.

Sampah kita menjadi penyumbang permasalahan efek rumah kaca, tak hanya itu sampah sisa makanan kita juga bisa mencemari tanah. Sisa makanan akan membusuk, saat terjadi hujan akan larut masuk ke dalam tanah hingga masuk air bawah tanah dan mencemarinya. Jangka panjangnya gas metana yang mempengaruhi perubahan iklim.

Upaya sederhana menyelamatkan bumi

Krisis lingkungan sudah menjadi isu yang bergaung sejak beberapa tahun belakangan. Bahkan ketika aku masih kuliah, yang mana sudah sekitar belasan tahun yang lalu. Fakta yang mengerikan, issue ini malah semakin mengerikan. Bahkan dampaknya bisa kita rasakan sendiri. Indonesia mengalami kenaikan suhu, pasti sudah terasa bagaimana rasanya bumi kita semakin panas, bahkan cuaca yang harusnya sudah musim hujan menjadi bergeser bahkan sebaliknya.

Tak hanya itu musibah bencana alam seperti banjir, atau kekeringan mulai terasa di mana-mana. Dan tentu saja siapa yang harus bertanggungjawab? Kita! Benar langkah sederhana kita mampu menyelamatkan bumi, jikalau tak begitu terasa dampak upaya kita, setidaknya saat kita dipanggil sang kuasa, kita sudah mengupayakan diri untuk menyelamatkan bumi.




Saraah Megha
Hai, Saraah Megha di sini, saya seorang Ibu rumah tangga yang sudah dikaruniai dua anak. Saya handmade entusiast, menyukai ilustrasi buku anak, meski pada kenyataannya saya kekurangan waktu untuk menggambar. Sangat tertarik dengan issue anak, pendidikan anak berbasis fitrah, bookis play, dan buku. Blog ini akan banyak mengulas mengenai issue yang berkaitan dengan anak-anak, cerita anak, atau mungkin ensiklopedia mini yang saya buat untuk kedua anak saya. semoga blog ini bisa bermanfaat bagi para pembaca. Saya yang bukan pujangga.
Newest Oldest

Related Posts

There is no other posts in this category.

Post a Comment